DvRbEvAuTfXkXjVuPuVkTuOzYvLuHpKnDvCvCxVhGbMxAzDaBgGnTrKxMvJsPqQhEnAzJgNsJsBzMlRdUqViNvMtDdRfReMoSjLrZyNaHzRcGbXySzZpAeNaZiHuPdXwJuFcSpFfVpPdWzNnGnDoIdYbItNaAmGlFbOzJyQkPlNvHlDmDhVuJkPhDvFcHmIwHdEkZt
Preloader

Telepon 031-8290473

MENGADU NASIB DI OLIMPIADE GURU NASIONAL 2018

Tahun ini adalah tahun kedelapan saya menjadi guru. Masih bau kencur, kalau memandang masa kerja dan usia sebagai indikator dalam karier sebagai guru. Meskipun baru sedikit, saya tak ingin bilangan tahun pengabdian saya berlalu begitu saja tanpa meninggalkan jejak. Di tahun ketujuh, saya bersyukur mendapat kepercayaan dari P4TK Penjas BK untuk mencatatkan jejak sebagai narasumber nasional pengembangan keprofesian berkelanjutan dan menelurkan sebuah buku catatan perjalanan. Memasuki tahun kedelapan, saya ingin sekali mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan. Namun, saya masih merasa ada yang kurang setiap kali mengisi aplikasi beasiswa. Saya belum dapat mengisi kolom “prestasi”, karena saya belum pernah mengikuti satupun kompetisi sebagai guru. Tekad saya tahun ini adalah mengikuti kompetisi guru. Saya tak ingin terjebak layaknya katak dalam tempurung. Dengan mengikuti kompetisi, saya akan bertemu dengan kolega-kolega hebat yang dapat membuat saya menemukan kelemahan-kelemahan saya, untuk kemudian memperbaiki diri demi menjadi guru yang lebih baik.

Persyaratan Pendaftaran

Ketika pengumuman Olimpiade Guru Nasional tahun 2018 dibuka untuk mata pelajaran BK, saya langsung tertarik untuk mengikutinya. Proses seleksinya menggunakan jalur tes. Saya merasa cukup nyaman dengan pola ini. Pengalaman di UKG pun membuat saya cukup percaya diri. Persyaratannya juga tidak ribet, asal punya NUPTK saja. Kalaupun belum punya juga masih bisa mengikuti. Hanya satu syarat yang mengganjal dan saya anggap sulit, yakni membuat artikel ilmiah. Jujur saja, saya belum pernah sekalipun membuat artikel ilmiah sepanjang karier saya sebagai guru. Namun saya memutuskan untuk menantang diri saya, keluar dari zona nyaman, untuk membuat sesuatu yang baru, yakni artikel ilmiah. Mosok delapan tahun jadi guru gak bisa membuat artikel ilmiah? Begitu saya memotivasi diri.

Untuk memulai membuat artikel ilmiah, saya membuka tulisan-tulisan para guru yang telah berhasil menjuarai Olimpiade Guru sebelumnya. Tidak ada satupun contoh milik guru bimbingan konseling. Tapi benang merah dari karya para guru juara itu adalah orisinalitas. Saya tidak melihat tulisan bertele-tele nan sulit dipahami seperti karya-karya yang dibuat untuk kenaikan pangkat. Semuanya terlihat nyata dan sesuai dengan yang dihadapi oleh para guru di lapangan. Dari sana, saya memikirkan tema yang akan saya angkat. Pilihan saya jatuh pada tema membuat proposal hidup untuk layanan perencanaan karier yang sudah saya berikan beberapa tahun terakhir. Saya hanya perlu menyiapkan berbagai referensi untuk memperkuat teori dari layanan yang sudah biasa saya berikan.

Setelah menyiapkan tema, barulah saya mempersiapkan berbagai sumber yang dibutuhkan. Setelah membongkar seluruh koleksi buku yang ada di sekolah dan di rumah, saya tidak menemukan satupun yang mendukung. Sejujurnya, saya ingin sekali mendatangi perpustakaan yang menyediakan referensi pendidikan dan bimbingan konseling yang lengkap. Namun apa daya, waktunya bersamaan dengan masa-masa menggawangi proses pendaftaran SNMPTN di sekolah dan persiapan tes TOEFL untuk melengkapi berkas seleksi exchange teacher. Akhirnya, saya menggantungkan harapan pada mbah Google saja. Di sela waktu mengerjakan PDSS, saya mulai mengumpulkan jurnal-jurnal internasional yang relevan dengan tema yang diangkat.

Muluskah jalan untuk mengerjakan artikel ilmiah? Tentu tidak. Dari referensi yang ada, saya mengutip teori yang relevan. Saya pilah pilih, yang mana yang akan masuk sebagai latar belakang, yang mana masuk kajian teori. Setelah bahan terkumpul, saya hanya perlu meramunya. Disinilah saya benar-benar kesulitan. Wong belum pernah membuat sama sekali. Pada tahap ini, rasanya saya ingin menyerah. Namun, rekan-rekan saya, mbak Eva dan bu Ulin terus menyemangati. Mereka sudah beberapa langkah di depan saya. Ketika deadline sudah semakin mendesak, artikel saya tak kunjung bertambah dari 5 halaman. Ndilalah, di hari-hari menjelang penutupan, berbagai masalah siswa yang sangat mendesak untuk ditangani hadir bertubi-tubi. Tak sedikitpun energi tersisa untuk menyelesaikan artikel. Akhirnya, beberapa jam sebelum pendaftaran ditutup, saya menyerah. Saya menghubungi mbak Eva dan bu Ulin. Sepuraneaku nyerah. Rasanya tak sanggup menggenapi artikel dari 5 halaman menjadi 20 halaman dalam waktu beberapa jam dengan kondisi fisik dan pikiran yang sangat lelah.

Saat itu, rasanya malu dan menyesal. Malu karena tidak mampu mengatur waktu dengan baik hingga terburu-buru menjelang deadline. Malu karena belum mengerahkan kemampuan terbaik dalam menghadapai tantangan. Saya juga menyesal karena kehilangan kesempatan mengikuti kompetisi guru untuk pertama kalinya. Menyesal karena kehilangan kesempatan untuk mengisi portofolio saya dengan catatan prestasi. Dalam kondisi seperti itu, mbak Eva dan bu Ulin mengabari bahwa deadline pengumpulan artikel diperpanjang hingga tanggal 10 Maret, yang artinya masih ada waktu lebih dari 2 minggu untuk menyelesaikan artikel. Alhamdulillah.. senyum saya sedikit terkembang. Saya bisa bernafas lebih lega.

Mengingat waktu masih cukup panjang, tabiat prokrastinasi saya kambuh lagi. Hingga 3 hari sebelum penutupan setelah perpanjangan waktu, artikel saya masih belum berubah. Akhirnya, saya sempatkan mampir di perpustakaan kota. Sayangnya, saya tak berhasil menemukan satupun buku yang relevan. Saya menghabiskan waktu untuk membaca buku tentang keberhasilan para mahasiswa menembus berbagai beasiswa ke luar negeri selama di bangku kuliah. Setidaknya, saya berhasil mengisi pikiran dan semangat saya dengan aura positif. Dua hari sebelum deadline, saya sakit. Berhari-hari kehujanan sepulang dari sekolah membuat fisik saya drop. Sambil beristirahat di rumah, saya berusaha untuk fokus menyelesaikan artikel. Alhamdulillah, ada sedikit pergerakan. Artikel saya beranjak dari 5 halaman, meskipun masih tak beraturan.

Resiko mengerjakan di rumah adalah si kecil yang kerap ingin tahu. Ketika saya meninggalkan laptop, si 4 tahun ini mengutak-atik laptop saya. Karena ia juga masih membutuhkan perhatian, saya matikan saja laptopnya. Tanpa melihat lagi, saya simpan filenya. Akan saya lanjutkan nanti saat si kecil sudah tidur. Ternyata, saya baru sempat melanjutkan pada pukul 2 dinihari. 22 jam menjelang deadline. Ketika membuka file, saya terkejut karena file saya tidak ada isinya. Ada filenya, tapi tidak ada tulisannya. Sejenak saya tertegun. Kemungkinan si kecil tanpa sengaja menghapus seluruh tulisan saya, dan beberapa waktu kemudian saya langsung menyimpan perubahannya. Jika saya sempat memperhatikan, seharusnya saya tidak menyimpan perubahannya agar tulisan sebelumnya masih dapat diselamatkan. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada waktu untuk menyesali. Apalagi memarahi si kecil tak berdosa yang sedang tidur dengan pulasnya. Meskipun tulisannya tak bersisa, saya sudah menyusun kerangkanya dalam pikiran. Sumber bahannya juga masih tersedia. Saya masih memiliki kesempatan untuk menuliskannya kembali dengan lebih sistematis. Bismillah, saya bertekad menyelesaikan artikel ini sebelum penutupan pukul 00.00 dinihari nanti. Saya tidak ingin merasakan malu dan menyesal lagi. Hanya keledai yang melakukan kesalahan yang sama dua kali. Kesempatan ini takkan terulang. Tahun depan belum tentu dibuka untuk mapel BK. Begitulah terus menerus saya memotivasi diri.

Hingga 30 menit menjelang penutupan, saya masih kekurangan 1 halaman isi. Namun, saya tidak sanggup lagi memperpanjangnya. Sejak dinihari bergelut di depan laptop, mata dan otak saya sudah merengek minta istirahat. Saya luangkan waktu 30 menit untuk mengunggah artikel di akun kesharlindung dikmen. Meskipun banyak kelemahan disana-sini, artikel ini pun saya unggah untuk menuntaskan persyaratan pendaftaran. Setidaknya, saya sudah menuntaskan tantangan ini. Saya teringat sebuah kutipan dari Zig Ziglar yang disampaikan oleh Pak Ihsan CEO Media Guru ketika memotivasi guru dalam menulis : “You don’t have to be great to start, but you have to start to be great”. Kita tidak harus hebat untuk memulai, tapi kita harus memulai untuk menjadi hebat. Mudah-mudahan artikel yang masih jauh dari sempurna ini menjadi langkah awal untuk membuat saya menjadi lebih baik.

Tes Online

Lebih dari sebulan sejak pendaftaran ditutup, saya mendapat undangan untuk mengikuti tes online Olimpiade Guru Nasional dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Dari Kota Surabaya, ada 22 peserta dari berbagai mata pelajaran, termasuk saya, mbak Eva, dan bu Ulin. Untuk mata pelajaran BK, ada 4 orang peserta dari Surabaya, dan 20 orang dari seluruh kota/kabupaten di Jawa Timur. Beberapa nama diantaranya adalah teman-teman sesama Instruktur Nasional Guru Pembelajar di tahun 2016 lalu. Ketika menerima undangan ini, saya agak heran. Mengapa tes online undangannya di hotel sampai 3 hari ya..?

Pertanyaan itu terjawab ketika pembukaan. Tesnya sendiri hanya 2 jam. Namun, kami dikumpulkan untuk diberi pengarahan dan pembekalan terlebih dahulu. Di OGN tahun 2018, Jawa Timur sebagai provinsi terbesar di Indonesia juga menyumbangkan peserta terbanyak, yakni 220 orang dari 8 mata pelajaran. Di tingkat nasional nanti, hanya diambil 20 orang finalis dari seluruh Indonesia untuk setiap mapel. Seleksi tingkat provinsi ini hanya berdasarkan hasil tes online saja. Sementara artikel ilmiah merupakan bahan yang akan menentukan penilaian saat final tingkat nasional nanti. Jadi, tugas kami selama 3 hari ini adalah mempersiapkan diri untuk bisa mencapai hasil tes online sebaik-baiknya, agar dapat menembus 20 besar terbaik di tingkat nasional.

Acara ini dibuka langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Bapak Saiful Rahman. Dalam sambutannya, beliau membagikan pengalamannya memulai karier sebagai guru, dan mengikuti berbagai tes hingga mampu menjadi orang nomor satu di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Beliau juga mengungkapkan harapannya agar tahun ini Jawa Timur dapat menjadi juara umum di ajang OGN. Setelah itu, pembekalan juga diberikan oleh perwakilan Kesharlindung Dikmen yang memberikan gambaran pelaksanaan ujian dan kebijakan terkait pelaksanaan OGN. Keesokan harinya, kami memiliki kesempatan selama 2 jam untuk belajar langsung dari dosen yang mumpuni di masing-masing mata pelajaran. Untuk BK, Pak Budi Purwoko, Kaprodi BK Unesa yang membimbing kami.

Sekamar dengan Mbak Eva, Evi, dan Devi, teman-teman yang pernah menghabiskan 10 hari pelatihan Instruktur Nasional di hotel yang sama, berhasil menularkan semangat belajar yang positif. Meskipun kami sebenarnya harus bersaing, namun kami tetap mendukung satu sama lain. Mbak Eva bahkan membawa sekoper modul lengkap untuk kami pelajari bersama. Saya bersyukur sekali dikelilingi oleh teman-teman yang baik dalam kesempatan ini. Saya juga bersyukur karena suami mengizinkan saya bermalam di hotel agar dapat fokus dalam ujian, dan ibu mertua bersedia mendampingi anak-anak selama suami tidak di rumah. Kepala Sekolah dan teman-teman guru di sekolah juga menghaturkan doa dan dukungannya. Begitu pula rekan-rekan guru BK di Kota Surabaya yang tergabung dalam MGBK mengalirkan dukungan tiada henti. Dalam situasi ini, saya bertekad untuk mengupayakan yang terbaik dan membangun pikiran positif sebagai ungkapan syukur atas berbagai dukungan ini.

Ketika tes dilaksanakan, kondisinya tidak terlalu ideal menurut saya. Ujian diadakan di SMKN 12 Surabaya, dan kami meninggalkan hotel mengendarai bus sejak pukul 14.00 WIB. Setelah menunggu berjam-jam dalam keadaan lelah dan mengantuk, kami memasuki ruangan ujian sekitar pukul 5 sore. Soal ujian online ini tentunya sesuai kisi-kisi yang sudah diberikan di panduan, dan tidak berbeda jauh dengan soal UKG. Bagi saya, soal-soal OGN lebih mudah dipahami dibandingkan soal UKG. Namun, ada beberapa soal yang baru, yang belum pernah saya temukan dalam ujian-ujian sebelumnya. Bersyukur sekali MGBK Surabaya rutin mengadakan pertemuan yang membuka wawasan baru dalam dunia bimbingan dan konseling. Saya merasa terbantu untuk mengerjakan beberapa soal dari materi yang pernah dipelajari dalam pertemuan MGBK. Beneran loh, ini bukan promosi karena saya pengurus MGBK. Hehehe..

Selesai mengerjakan soal online, rasanya lega sekali. Tuntas sudah tantangan mengikuti kompetisi guru. Kami kembali ke hotel dalam keadaan kelaparan, namun sangat lega. Untuk merayakan kelegaan ini, saya, mbak Eva, Evi, Devi, dan Inta menyempatkan makan soto buntut seberang hotel Utami yang kesohor itu. Untuk sebuah perayaan, sekali-sekali boleh dong menumpuk kolesterol. Tes Online sudah kami lalui, selanjutnya kami hanya perlu menunggu hasilnya dengan pikiran positif. Dalam canda, kami berjanji untuk bertemu di bandara Juanda untuk menghadiri Final OGN nanti.

Pengumuman Finalis OGN

Ketika saya sudah mengupayakan yang terbaik, langkah selanjutnya adalah menyerahkan hasilnya kepada Sang Maha Pemberi Rezeki. Saya yakin ketetapan-Nya tidak pernah keliru. Begitulah yang selalu saya sampaikan kepada murid-murid saya dalam persiapan menghadapi ujian. Meskipun berharap banyak, saya tak ambil pusing dengan hasil seleksi OGN ini. Sabar saja menunggu. Meskipun di akun Facebook Kesharlindung Dikmen dan Grup OGN Jatim sudah ramai yang menanyakan hasil seleksi. Sebenarnya hasil seleksi ini juga saya tunggu, karena saya harus membeli tiket pesawat untuk mengikuti seleksi exchange teacher tanggal 25-27 April di Jakarta. Kalau saya lolos, saya tidak perlu membeli tiket pulang dari Jakarta. Akhirnya saya hanya membeli tiket berangkat saja. Saya majukan sehari sebelum jadwal seleksi agar dapat pulang menemui orangtua terlebih dahulu. Jaga-jaga kalau setelahnya saya tidak bisa mampir ke rumah lagi. Asumsi ini berdasarkan petunjuk di buku panduan bahwa Final OGN dilaksanakan tanggal 28 April – 2 Mei. Dua jam setelah membeli tiket pesawat, beberapa teman sudah mendapatkan hasil seleksi. Hasil seleksi dikirim langsung ke email masing-masing peserta. Harap-harap cemas, saya menantikan notifikasi di ponsel.

Di tengah rapat pengurus MGBK Surabaya, sebuah email masuk dari seorang staf Kesharlindung Dikmen. Emailnya hanya berisi link untuk bergabung dengan WA OGN dan isian tentang nama, jenis kelamin, dan ukuran baju yang harus segera dibalas. Segera saya membuka link tersebut, dan di dalamnya sudah ada teteh Hessy dari Bandung, yang saya kenal saat penyegaran narasumber nasional di Parung tahun 2017. Apakah ini artinya saya lolos seleksi? Saya belum yakin. Hingga beberapa saat kemudian sebuah perkenalan sekaligus ucapan selamat disampaikan oleh admin grup dari perwakilan Kesharlindung Dikmen yang menyampaikan bahwa anggota grup OGN BK ini adalah finalis OGN BK tahun 2018. Alhamdulillah.. Mbak Eva yang duduk di depan segera saya kabari. Apakah ia juga menerima email yang sama? Saya berharap sekali Mbak Eva juga menjadi finalis, karena dari Jawa Barat dan Jawa Tengah juga diwakili oleh 2 finalis.

Kepastian resmi tentang hasil seleksi ini dibagikan di grup OGN Jatim di malam harinya. Ternyata, finalis BK lainnya berasal dari Gresik yang belum saya kenal. Total 32 orang finalis mewakili Jawa Timur dari berbagai mata pelajaran. Pengumuman ini sekaligus undangan untuk mengikuti pembekalan dari Dinas Provinsi Jawa Timur pada tanggal 23-25 April. Oalah.. baru saja membeli tiket tanggal 24. Terpaksa mengganti jadwal keberangkatan menjadi tanggal 25. Dengan demikian, jika semuanya lancar, setelah mengikuti pembekalan OGN Jawa Timur, saya kan langsung ke bandara dan akan tiba di Jakarta 2 jam sebelum pembukaan seleksi exchange teacher. Mudah-mudahan semuanya berjalan sesuai rencana, dan saya dapat menyelesaikan seluruh tugas dengan penuh tanggung jawab.

Di grup finalis OGN BK, beberapa diantaranya adalah rekan-rekan guru BK yang sudah pernah saya kenal sebelumnya. Ada teteh Hessy sesama narasumber nasional PKB mewakili Jawa Barat, ada teman kuliah Neng Okta mewakili Jambi, juga teman pelatihan menengah yang juga mentor guru pembelajar daring kombinasi Pak Herie dari Jawa Tengah. Sisanya saya belum kenal, tapi beberapa diantaranya cukup dikenal dengan reputasi yang hebat. Bagi saya, sampai pada level ini sudah merupakan pencapaian yang sangat berarti. Lagi-lagi, saya hanya perlu mengulang pola yang selalu saya sampaikan kepada murid-murid saya : menentukan tujuan, upayakan yang terbaik, berdoa, berpikiran positif, dan serahkan hasilnya kepada Yang Maha Menentukan. Wish me luck! Mataram, wait for me.

Surabaya, 22 April 2018

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Informasi Lebih Lanjut Silakan Hubungi 031-8290473